Selasa, 13 Agustus 2013

MIKROPALEONTOLOGI untuk Geologi



Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil, ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau yang berukuran mikroskopis,yang dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop atau biasa disebut micro fossils (fosil mikro). Pembahasan mikropaleontologi ini sesungguhnya sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun tumbuhan ataupun bagian dari hewan atau tumbuahan. Pada ilmu Mikropaleontologi ini dikenal adanya Analisis Biostratigrafi. Dimana biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam penentuan umur relatif dan lingkungan pengendapan dari suatu Batuan berdasarkan kandungan fosil yang terkandung dalam Batuan tersebut..

Kelebihan dan Kelemahan :
kelebihan :                                                        
  • ukuran
  • koleksi
  • statistik
  • jumlah
  • distribusi geografi
Kelemahan :
  • alat
  • ilustrasi

JENIS-JENIS MIKROFOSIL
(berdasarkan komposisi cangkang)
Calcareous mikrofosil:
         Foraminifera
         Calcareous alga
         Calcareous nannoplangton
         Ostracoda
         Pteropoda
         Bryozoa
         Calpelionellida
Phosphatic mikrofosil:
         Conodonta
Siliceous mikrofosil:
         Radiolaria
         Diatom
         Silicoflagelata & Ebridians
Organic-walled mikrofosil:
         Dinoflagelata
         Chitinozoa
         Spora & Polen
KEGUNAAN/APLIKASI:
         Biostratigrafi
         Analisis paleoenvironment
         Paleoklimatologi
         Indikator polusi
         Perubahan temperatur
KETERDAPATAN
MIKROFOSIL:
         Batuan yang “poorly cemented” (lunak)
         Sedimen yang mempunyai ukuran butir hampir sama dengan ukuran fosil


1. Foraminifera
       
Foraminifera, atau disingkat foram, adalah grup besar protista amoeboid dengan pseudopodia. Cangkang atau kerangka foraminifera merupakan petunjuk dalam pencarian sumber daya minyak, gas alam dan mineral.

        Foraminifera merupakan makhluk hidup yang secara taksonomi berada di bawah Kingdom Protista, Filum Sarcomastigophora, Subfilum Sarcodina, Superkelas Rhizopoda, Kelas Granuloreticulosea, dan Ordo Foraminiferida. Foraminifera berdasarkan cara hidupnya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu foraminifera yang hidup di dasar laut (benthonic foraminifera) dan foraminifera yang hidup mengambang mengikuti arus (panktonic foraminifera). Foraminifera bentonik pertama mulai hidup sejak Zaman Kambrium sampai saat ini, sedangkan foraminifera planktonik hidup dari Zaman Jura sampai saat ini. Foraminifera, sekalipun merupakan protozoa bersel satu, merupakan suatu kelompok organism yang sangat komplek. Foraminifera dibagi menjadi 12 subordo oleh Loeblich dan Tappan (1984) dan lebih dari 60,000 spesies telah terindentifikasi hidup selama Fanerozoikum (Phanerozoic, dari kira-kira 542 juta tahun yang lalu sampai sekarang).
JENIS-JENIS MIKROFOSIL
(berdasarkan komposisi cangkang)
Calcareous mikrofosil:
         Foraminifera
         Calcareous alga
         Calcareous nannoplangton
         Ostracoda
         Pteropoda
         Bryozoa
         Calpelionellida
Phosphatic mikrofosil:
         Conodonta
Siliceous mikrofosil:
         Radiolaria
         Diatom
         Silicoflagelata & Ebridians
Organic-walled mikrofosil:
         Dinoflagelata
         Chitinozoa
         Spora & Polen
KEGUNAAN/APLIKASI:
         Biostratigrafi
         Analisis paleoenvironment
         Paleoklimatologi
         Indikator polusi
         Perubahan temperatur
KETERDAPATAN
MIKROFOSIL:
         Batuan yang “poorly cemented” (lunak)
         Sedimen yang mempunyai ukuran butir hampir sama dengan ukuran fosil



KARAKTERISTIK
*      Organisme uniseluler
*      Ukuran 0,1-2mm atau sampai beberapa cm
*      Bergerak dengan pseudopodia
*      Pseudopodia berbentuk reticulate (seperti jala)
*      Mempunyai cangkang & pori-pori
KOMPOSISI DINDING CANGKANG

*      Khitin (Tektin)
*      Aglutinin (Arenaceous)
*      Silikaan (Siliceous)
*      Gampingan (Calcareous):
            Porselen, hyalin, gampingan granular & kompleks
MORFOLOGI CANGKANG
*      MONOTHALAMUS:
            1. Bulat
            2. Botol
            3. Tabung
            4. Botol & tabung
            5. Planispiral
            6. Planispiral – tidak teratur
            7. Planispiral – lurus
*      POLYTHALAMUS:
            1. Uniformed
            2. Biformed
            3. Triformed
            4. Multiformed
EKOLOGI FORAMINIFERA
*      SALINITAS
*      SUBSTRAT
*      TEMPERATUR
*      KEDALAMAN
*      NUTRISI
*      pH
*      ORGANIC CONTENT
*      TRACE ELEMENT
*      TURBIDITAS
*      OKSIGEN
*      ILUMINASI
*      KALSIUM KARBONAT
*      ARUS & GELOMBANG
*      FAKTOR EKOLOGI LAIN







FORAMINIFERA BENTONIK
SEBAGAI INDIKATOR LINGKUNGAN PENGENDAPAN
  1. Foraminifera gampingan yang berbentuk cakram dan berukuran relatif besar (foram besar), menunjukkan laut dangkal, dekat pantai dan beriklim tropis sampai subtropis. Contoh: Famili Camerinidae, Peneroplinidae, Alveolinidae, Amphisteginidae, Calcarinidae, dan Planorbulinidae.  Famili yang sudah punah & diduga hidup dalam kondisi yang sama adalah Orbitoididae, Discocyciclinidae, dan Miogypsinidae.
  2. Assemblage (kumpulan) yang sama dgn di atas tetapi ditambah dengan bentuk foram sesil Carpentaria, serta Rupertia dan Cupularia dari Bryozoa dan sedikit foram plangtonik menunjukkan lingkungan terumbu.
  3. Kumpulan fosil yang hampir semuanya terdiri dari bentuk-bentuk arenaceous seperti Hormosina, Cyclammina, Haplophragmoides, Trochammina, Gaudryna dan Verneullina, seringkali dihubungkan dengan lingkungan turbidit, pengendapan pada mulut suatu delta yang besar, serta pengendapan kembali suatu longsoran lempung.
FORAMINIFERA PLANGTONIK
SEBAGAI INDIKATOR LINGKUNGAN
  1. Golongan plangton banyak hidup pada kedalaman 30 meter di bawah permukaan laut.  Jarang yang hidup pada kedalaman di bawah 100 meter dan hanya beberapa saja yang dapat hidup di bawah 200 meter seperti Globorotalia menardii yang berdinding tebal dan Sphaeroidinella dehiscens yang dapat hidup pada kedalaman sekitar 300 meter.
  2. Rasio plangtonik dan bentonik dapat menunjukkan kedalaman tertentu:
            Environment               Depth in meters                      % Pelagic/Benthic Ratio
            Inner Shelf                   0-20     meter                                      0-20%
            Middle Shelf                20-100             meter                          20-50%
            Outer Shelf                  100-200           meter                          20-50%
            Upper Slope                200-500           meter                          30-50%
            Lower Slope                500-2000         meter                          50-100%

FORAMINIFERA PLANGTONIK
SEBAGAI INDIKATOR SUHU PURBA
         Murray (1897) membuat tabel dari spesies-spesies foram plangton yang hidup di air panas dan dingin:
            Tropical:
            Globigerinoides sacculifer (Brady), Globorotalia cultrata (d’Orbigny), Globorotalia tumida (Brady), Pulleniatina obliqueloculata (Parker & Jones), Sphaeroidinella dehiscens (Parker & Jones).
            Temperate:
            Globorotalia hirsuta (d’Orbigny), Globorotalia inflata (d’Orbigny), Globorotalia truncatulinoides (d’Orbigny).
            Subartic:
            Globigerina bulloides d’Orbigny, Globigerina pachyderma (Ehrenberg), Globigerina quinqueloba Natland.
            Arctic (Anarctic):
            Globigerina pachyderma (Ehrenberg).





                                           CONTOH FORAMINIFERA BENTONIK KECIL 






                              CONTOH FORAMINIFERA PLANGTONIK 





                        DISTRIBUSI FORAM PLANGTONIK PADA KOLOM AIR








TREND DARI FORAM PLANGTONIK
  1. Berhubungan dengan latitude
  2. Zona batimetri
  3. Berhubungan dengan arus
  4. Kontrol salinitas
  5. Nutrisi
  6. Evolusi phylogeny dan modifikasi dari adaptasi dalam skala waktu geologi
JENIS-JENIS FORAM PLANGTONIK BERDASARKAN LATITUDE





ZONA FORAMINIFERA PLANGTONIK





Palinologi merupakan ilmu yang mempelajari polinomorf yang ada saat ini dan fosilnya, di antaranya serbuk sari, sepura, dinoflagelata, kista,acritarchs, chitinozoa, dan scolecodont, bersama dengan partikel material organik dan kerogen yang terdapat pada sedimen dan batuan sedimen.
         Studi mengenai polen  dan spora tumbuh-tumbuhan, di dalamnya terdapat juga acritrarchs dan dinoflagellates
         Fide dan Williams (1944); berasal dari perkataan palynos yang artinya debu
         Erdtman (1966); merupakan studi morfologi butir polen dan spora tetapi tidak  meliputi bagian dalamnya.
MORFOLOGI UMUM POLEN
2. Bentuk
Erdtman (1966),pengelompokan bentuk polen bedasakan perbandingan antara sumbu polar (P) dengan sumbu  equatorial (E)
3. Polarity
         Bentuk polen dan lokasi apertur berhubungan dengan polaritas
         Polen isopolar kutub distal dan proksimalnya identik
         Polen heteropolar  distal dan roksimal tidak identik

4. Aperture
Area pada dinding polen yang sangat berbeda kenampakannya, berfungsi sebagai tempat germinasi (pengeluaran cairan sitoplasma pada saat pembuahan.(Hesse, et al, 2009)
Thanikhaimoni (dalam Blackmore dan Ferguson, 1986):secara morfologis aperture adalah daerah eksin yang terbuka dan tipis, merupakan zona germinasi, bisa juga organ yang mengatur  mekanisme perubahan volume cair an sel
Butir polen tanpa apertur disebut inaperturate
Butir polen dengan apertur budar berada di bidang ekuatorial disebut porus, tetapi jika berada dibagian distal dsebut ulcus
Butir polen dengan apertur memanjang, berada dibidang ekuatorial diebut colpus, tapi jika berada di bagian distal disebut sulcus
Jika dalam satu butir polen terdapat kombinasi antara colpus dan porus disebut colporus
Ruga, merupakan apertur , berupa celah atau kerutan yang memanjang
. Sulkus/sulcus, berupa kerutan atau celah yang menanjang, tegak lurus terhadap sumbu yang membujur, , terdapat di zona polar contoh: PALMAE
Jumlah dan letak apertur Webb &Moore (1978)
Variasi daerah sekitar aperture
         Costa  (A),  penebalan disekitar neksin pada endoapertur
         Vestibulum (B),  antar seksin dan neksin terpisah disekitar apertur  yang berupa porus
         Annulus (C), penebalan seksin pada ektoporus
         Operculum (D), di bagian tengah apertur terdapat membran tipis eksin
         Costae (E), penebalan yang terjadi disekitar neksin
         Margo (F),  penebalan disekitar colpus
6. Sclupture/Ornamentation
Dinding luar  polen (eksin), terdiri dari dua lapisan, yakni lapisan luar disebut ekteksin dan lapisan dalam disebut endeksin. Dinding polen (eksin) yang tersimpan menjadi fosil. Di bagian luar lapisan eksin tersebut terdapat hiasan (ornamentation/sclupture) yang penting untuk diskripsi polen.

Ornamentasi polen menurut (Moore dan Webb, 1978)
         Psilate : bila permukaan polen  halus
         Verrucate        : bila polen atau spora mempunyai tonjolan seperti kutil,
                               biasanya tonjolan
                                   lebarnya lebih besar dari tingginya
         Echinate          : bila ornamentasinya menyerupai duri
         Striate : bila ornamentasinya memanjang dengan pola paralel
         Reticulate        : polen atau spora memiliki pola ornamentasi seperti jaring-
                                  jaring
         Rugulate          : apabila elemen ornamentasinya memanjang kesamping 
                               dan tidak teratur
         Clavate            : tonjolan ornamentasinya melebar dibangian pangkal
         Perforate         : ornamentasinya berupa lubang-lubang dengan diameter
                               kurang dari satu
                                   mikrometer
         Gemmete        : ornamentasinya  baik  lebar maupun tinggi  tonjolannya
                               sama ukurannya dan mengkerut pada bagian dasarnya
         Scabrate          : memiliki  proyeksi  elemen dengan diameter lebih dari satu
                               micrometer dan menyerupai granula sehingga disebut juga
                              granulate






Morfologi spora
  1. Laesura
      Tapak atau bekas kontak spora dengan spora yang bersebelahan
      Leasura : trilate membentuk tanda Y
               Monolate hanya satu
               Alete tanpa leasure
Kode Spora
Pertama  S: Symbol spore
Kedua          Symbol Laesura
                                    c utk trilate
                                    b utk  dilate, tetapi sangat jarang
                                    a utk monolate
                                    0 tanpa laesura/alate
Ketiga utk hal spesifik
S00 :
Sa0 :

Mangrove
Tomlinson (1986) & Wightman (1989)
Sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut
Saenger dkk (1983) mendefinisikan mangrove sebagai sebagai
formasi tumbuhan daerah litoral khususnya  di pantai wilayah
tropis dan sub tropis
Soerianegara (1987) memberi batasan kepada mangrove sebagai hutan
yang tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut,  terdiri dari genus:
 Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Ceriops, Lumnitzera, Exoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa
Preparasi
Fungsi: melepaskan polen dari material lainnya
                            
  1. Preparasi untuk membuat koleksi referesi          dari bunga atau kantong spora
2.   Preparasi untuk meneliti yang terdapat dalam sedimen (memisahkan palinospore dari karbonat,silika dan organik material lainnya) sehingga dapat diidentifikasi      

Lingkungan pengendapan

         Haseldonckx (1974) dan Morley (1977) mengelompokan lingkungan pengendapan polen/spora berdasarkan habitatnya dengan taksa penciri sbb:
         Mangrove Merupakan hutan pantai di daerah delta yang sering digenangi air payau, taksa penciri mangrove adalah Rhizophora, Sonneratia dan Avicennia.
         Back Mangrove: daerah belakang sabuk mengrove, daerah peralihan antara mangrove dengan rawa air tawar. Taksa pencirinya adalah Brownlowia, Nypa, Canthium, Acrostichum dan Oncosperma
         Peat swamp/Alluvial swamp:daerah yang selalu basah dengan pengaruh laut.Taksa penciri dari lingkungan ini adalah Durio, Sapotaceae,Chepalomappa  Shorea, Calophyllum,. Pada alluvial swamp lebih banyak Pteridophyta. 
          Riparian:daerah disekitar pinggir sungai. Taksa penciri lingkungan ini adalah (Baringtonia racemosa), Marginipollis concinus.
     Ilexpollenites,   Striaticolpites catatumbus dan Myrtacidites
         Rawa Air Tawar :Lingkungan berupa genangan air tawar, kaya mineral dengan Ph 6 atau lebih, permukaan air selalu naik turun dan pengeringan sering terjadi Air genangan dapat berasal dari air hujan atau limpahan sungai akibat pasang naik air laut. Jenis taksa yang umum ditemui adalah Podocarpaceae, Elaeocarpus, Sallaca dan Nenga

Alur analisis polen

1. Diskripsi identifikasi
2. Tabulasi data pertaksa
3. Perhitungan/kuantifikasi (minimum dalam bentuk persen)
4. Mengelompokan taksa berdasarkan kesamaan lingkungan
5. Perhatikan marker umur jika ada
6. Membuat diagram


Aplikasi palinology di bidang geology
1. Biostratigrafi/palinostratigrafi (umur –lingkungan)
2. Paleoklimat
3. Tingkat kematangan minyak/maturation
4. Paleoenvironment (sejarah perubahan iklim purba)
5. Sea level changes
6. Perubahan garis pantai



daftar pustaka :
jurnal mikropaleontologi Universitas Padjadjaran